Artikel perkedel








BANDUNG, KOMPAS.com - Di tengah gemerlapnya malam kota Bandung, Jawa Barat, terdapat satu kuliner yang menjadi saksi perubahan kota tersebut selama puluhan tahun. Antrean sangat ramai terlihat sesaat sebelum penjual siap menghidangkan makanannya. Terminal khusus angkutan kota dan bus-bus kecil, seolah berubah menjadi garasi dengan belasan mobil mewah di dalamnya. Mobil, tersebut merupakan mobil milik pembeli Perkedel Bondo, yang rela mengantre sebelum kedai tersebut buka. Perkedel Bondo merupakan kuliner yang pada zaman awal didirikannya dibeli oleh para pekerja seks komersial di sekitar terminal Hall, Bandung.


Namun, seiring berjalannya waktu pekerja seks tersebut mulai ditertibkan, dan perkedel tetap eksis sampai sekarang. Bondo sendiri merupakan bahasa Sunda halus dari pekerja seks komersial. 


“Dulu pertama jualan sekitar tahun 1950-an mungkin, sudah lama banget. Mulai buka di tengah malem gini sejak 1994, karena kalau buka sore belum malem sudah habis,” ujar Nenti, nenek 70 tahun yang menjadi penjual Perkedel Bondo, kepada KompasTravel, Sabtu (19/3/2016).
 

Nenti menambahkan, dahulu dijual berkeliling dengan gerobak di sekitar terminal oleh pemiliknya. Pemiliknya saat ini masih hidup dan masih ada di rumahnya, tapi sudah tidak pernah berkunjung ke Perkedel Bondo. 

Untuk mengobati penasaran, KompasTravel coba membeli perkedel tersebut. Kedainya berada di Jalan Kebon Jati, namun sedikit menjorok ke dalam dari terminal Hall Bandung. Hanya sekitar 10 menit dari kawasan Braga, dengan keadaan jalan lengang. Cukup dengan Rp 1.500 untuk mencicipi satu buah perkedelnya, relatif murah memang. Namun anda harus berjibaku dengan banyaknya pembeli yang mengantre sebelum kedai dibuka.


Petama-tama, Anda harus mengambil nomor yang terletak di meja depan kedai. KompasTravel mendapat antrean ke 34, sedangkan saat itu belum satu pun nomor dipanggil. 



Setelah satu jam menunggu, akhirnya nomor tersebut dipanggil dan KompasTravel pun memesan 10 perkedel. Anda bisa bebas mengambil sambal, menggunakan nasi, dan berbagai menu lauk yang disuguhkan.


Perkedelnya berbentuk lonjong tebal, dengan permukaan kering yang tidak rata. Ketika digigit terasa tekstur kentang yang tidak terlalu lembut atau masih terdapat butiran yang bercampur dengan beberapa sayuran. 


Rasanya akan semakin sempurna ketika di makan bersama sambal buatan Perkedel Bondo. Asam dan pedasnya bercampur gurihnya perkedel tersebut. Hidangan ini sangat cocok disantap saat masih hangat.


“Saya lumayan sering sih ke sini, tapi sering nganterin temen-temen yang penasaran sama perkedelnya. Rasanya, enak kering di luar, paling enak pas masih panas,” ujar Fuji, warga asli Bandung yang datang bersama temannya, kepada KompasTravel, Sabtu (19/3/2016).  


Perkedel yang bertahan lebih dari 60 tahun ini buka mulai dari pukul 23.00 hingga habis. Di akhir pekan, perkedel tersebut bisa habis sebelum pukul 02.00.


Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perkedel Legendaris di Bandung, Pembeli Rela Antre...", https://travel.kompas.com/read/2016/03/20/072200927/Perkedel.Legendaris.di.Bandung.Pembeli.Rela.Antre..
Penulis : Muhammad Irzal A
 



 
 
Namun, seiring berjalannya waktu pekerja seks tersebut mulai ditertibkan, dan perkedel tetap eksis sampai sekarang. Bondo sendiri merupakan bahasa Sunda halus dari pekerja seks komersial. “Dulu pertama jualan sekitar tahun 1950-an mungkin, sudah lama banget. Mulai buka di tengah malem gini sejak 1994, karena kalau buka sore belum malem sudah habis,” ujar Nenti, nenek 70 tahun yang menjadi penjual Perkedel Bondo, kepada KompasTravel, Sabtu (19/3/2016). Nenti menambahkan, dahulu dijual berkeliling dengan gerobak di sekitar terminal oleh pemiliknya. Pemiliknya saat ini masih hidup dan masih ada di rumahnya, tapi sudah tidak pernah berkunjung ke Perkedel Bondo. Untuk mengobati penasaran, KompasTravel coba membeli perkedel tersebut. Kedainya berada di Jalan Kebon Jati, namun sedikit menjorok ke dalam dari terminal Hall Bandung. Hanya sekitar 10 menit dari kawasan Braga, dengan keadaan jalan lengang. Cukup dengan Rp 1.500 untuk mencicipi satu buah perkedelnya, relatif murah memang. Namun anda harus berjibaku dengan banyaknya pembeli yang mengantre sebelum kedai dibuka. Petama-tama, Anda harus mengambil nomor yang terletak di meja depan kedai. KompasTravel mendapat antrean ke 34, sedangkan saat itu belum satu pun nomor dipanggil.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perkedel Legendaris di Bandung, Pembeli Rela Antre...", https://travel.kompas.com/read/2016/03/20/072200927/Perkedel.Legendaris.di.Bandung.Pembeli.Rela.Antre..
Penulis : Muhammad Irzal A

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara pembuatan perkedel

Menu MPASI, Perkedel Tempe